Skip to main content

Akhirnya Kami Meninggalkan Sawarna

Ayam berkokok, perlahan warna kekuningan mulai muncul tanda akan hadirnya sang surya. Kami bertiga bergegas bersiap kembali ke Jakarta. Mengecek semua barang, mandi dan menunggu sarapan sebelum kembali ke Jakarta. Rasa letih, lelah masih terasa di badan namun kami merasa sangat puas. Selama 3 hari perjalanan kami mendapatkan banyak hal, cerita, pengalaman dan tentunya nasehat hidup.

Tak lama menunggu kendaraan berhenti di depan rumah pak Hubaya. Si Opi segera mendatangi mobil tersebut dan kata kenek tak usah terburu-buru nanti ia akan putar balik jadi kami masih bisa bersantai dulu sambil menunggu sarapan.

Ada pertemuan ada perpisahan..kami pamit dengan keluarga pak Hubaya, perlahan kami masuk ke angkot. Kali ini kami mendapat tempat duduk jadi tak akan kuatir harus berdesakan seperti sewaktu berangkat. Mobil angkot ini langsung menuju Pelabuhan ratu jadi kami tak harus ganti-ganti kendaraan lagi cukup satu kali naik saja.

Kendaraanpun perlahan mulai meninggalkan desa wisata Sawarna. Laju kendaraan tak begitu kencang di sepanjang perjalanan sering berhenti membawa penumpang hingga mobil penuh. Setelah penuh di dalam dan atas angkot mulai melaju. Jalanan meninggalkan Sawarna dipenuhi dnegan debu jadi saya harus terbatuk-batuk dan kelilipan terkena debu-debu dan pasir.

Setelah menempuh dua jam perjalanan akhirnya Elf ini sampai juga di terminal pelabuhan Ratu. Di terminal ini kami berpisah. Saya dan Opi naik bus tujuan Bogor sedangkan si Iqbal memilih jalur Sukabumi menuju kota tempat dia tinggal, Cirebon.

Disertai rasa lelah, kami tersenyum mendapat cerita dari sebuah perjalanan....

Perjalanan dengan berbagai kisah dan cerita...

Aku telah berjalan dari negeri yang satu ke negeri yang lain. Dari kota ke kota, dari kampung ke kampung, keluar masuk hutan, mengarungi wilayah dan mendapat pengalaman. Aku selalu melakukan perjalanan sendirian, dan karena itu aku banyak merenung. Sambil melihat pemandangan yang tidak pernah kusaksikan, aku berpikir tentang kehidupan. Membayangkan bumi terbentang yang dulu tidak dihuni manusia, aku merenungkan makna kebudayaan. Melewati padang salju membeku, padang rumput menghijau, dan pantai-pantai membiru, aku memikirkan manusia dan alam. (Matahari Tidak Pernah Terbenam Di Negeri Senja, Seno Gumira)

18 Agustus 2008



Comments