Skip to main content

Pemberdayaan Demi Keutuhan NKRI


Setengah abad lebih Indonesia merdeka. Di berbagai bidang pembangunan dilaksanakan. Ada banyak kemajuan yang dicapai mulai dari akses akan saranan komunikasi, transportasi, pendidikan serta pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari. Sebagai bukti nyata yang selama ini menjadi tolak ukur hasil pembangunan adalah berkembangnya sejumlah kota menjadi kota metropolitan yang ditandai dengan perlombaan pembangunan gedung-gedung pencakar langit.

Pembangunan terus berjalan dan masyarakat makin mengenal berbagai kemajuan serta kemudahan sebagai salah satu ekses dari hasil. Sayangnya ternyata masih ada bagian dari masyarakat yang karena keterbatasan, keterisolasian ataupun kesulitas secara geografis membuat mereka belum sepenuhnya bisa menikmati segala hasil dari pembangunan. Masih ada sekelompok masyarakat yang selama ini dikenal sebagai komunitas adat terpencil.

Komunitas adat terpencil sendiri adalah bagian masyarakat Indonesia merupakan kelompok masyarakat yang secara goografis bertempat tinggal di lokasi terpencil, terisolir dan sulit di jangkau. Kondisi tersebut menyebabkan terbatas atau tidak adanya akses pelayanan sosial yang diperoleh dari pemerintah sehingga mereka hidup dalam kondisi yang tertinggal. Kompleksitas permasalahan yang dihadapi menyangkut berbagai aspek kehidupan dan penghidupannya.

Mengingat KAT juga merupakan bagian dari warga negara pemerintah melalui Departemen sosial merasa perlu diambil langkah-langkah untuk meningkatkan taraf kesejahteraan mereka. Langkah-langkah yang dimaksud sekaligus untuk mengantisipasi agar globalisasi menbawa dampak positif dan tidak merusak tatanan yang ada atau kearifan lokal yang berlaku di lingkungan KAT.

Menurut Direktur Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Departemen Sosial Drs Hartono Laras, Msi persoalan mengenai Komunitas Adat Terpencil tak sekedar permasalahan ketidakmampuan, kemiskinan namun ada permasalahan yang lebih penting lagi yaitu menyangkut nasionalisme. Masyarakat yang tinggal di wilayah-wilayah terluar negara kesatuan Republik Indonesia membutuhkan perhatian lebih agar tak terlepas lagi dari NKRI. Departemen Sosial saat ini tengah memfokuskan perhatian pemberdayaan buat daerah-daerah yang terletak di perbatasan. Ada beberapa daerah yang termasuk dalam kategori tersebut. Miangas adalah salah satunya.

Untuk tahun ini Depsos akan masuk di Miangas sebagai daerah perbatasan langsung dengan filipina. Miangas, merupakan salah satu diantara beberapa pulau di wilayah kesatuan republik Indonesia yang berlokasi di wilayah perbatasan. Lokasi yang sempat menjadi rebutan antara NKRI dan Filipina.

Pulau Miangas termasuk ke dalam desa Miangas, kecamatan Nanusa, Kabupaten Kepulauan Talaud, provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Miangas adalah salah satu pulau yang tergabung dalam gugusan Kepulauan Nanusa yang berbatasan langsung dengan Filipina. Pulau ini merupakan salah satu pulau terluar Indonesia sehingga rawan masalah perbatasan, terorisme serta penyelundupan. Pulau ini memiliki luas sekitar 3,15 km².

Jarak Pulau Miangas dengan Kecamatan Nanusa adalah sekitar 145 mil, sedangkan jarak ke Filipina hanya 48 mil. Pulau Miangas memiliki jumlah penduduk sebanyak 678 jiwa (2003) dengan mayoritas adalah Suku Talaud. Perkawinan dengan warga Filipina tidak bisa dihindarkan lagi dikarenakan kedekatan jarak dengan Filipina. Bahkan beberapa laporan mengatakan mata uang yang digunakan di pulau ini adalah peso.

“Nanti program-program depsos yang terkait di Miangas itu baik yang komunitas adat terpencil maupun fakir miskin akan masuk kesana. Bersama-sama dengan penyuluhan sosial, pusat penelitian kesejahteraan sosial, lalu pusat ketahanan masyarakat,” kata Hartono Laras.


Menurut Hartono Laras Departemen Sosial mengaharapkan partisipasi dukungan dari berbagai lembaga yang ada. Jangan sampai daerah perbatasan khususnya lokasi-lokasi KAT ini ditengah kesibukan melakukan pembangunan di kawasan yang reguler terlupakan. Hal tersebut rawan akan timbulnya benih-benih disintegrasi.

“Itu akan nampak dalam kehidupan sehari-hari. Mereka tidak tahu siapa presiden, lagu kebangsaan, lebih mengenal negara tetangga. Mereka lebih mengenal ringgit, peso daripada rupiah. Ini jangan samapi terjadi seperti itu apalagi di daerah komunitas adat terpencil,” kata Hartono Laras. Oleh karena itu Departemen sosial nantinya akan melakukan program terpadu lintas. Depsos akan lebih memfokuskan agar program tidak fragmentaris.



Fathoni Arief







Comments